MATAKITA.ID – Stasiun Kereta Api Kabupaten Purwakarta telah di tetapkan sebagai Bangunan Stasiun Cagar Budaya Berdasarkan SK Menbudpar No: PM.58/PW.007/MKP/2010. Stasiun Kereta Api Purwakarta: Sejarah dan Keunikan Arsitektur Bangunan Cagar Budaya. Stasiun Purwakarta (PWK) adalah stasiun kereta api yang terletak di Jl. Kolonel Kornel Singawinata No. 1,Nagritengah Purwakarta.
Stasiun yang terletak pada ketinggian +84 m ini berada di Daerah Operasi 2 Bandung, Jawa Barat. Di Stasiun ini terdapat Dipo Lokomotif Purwakarta yang sudah tidak di gunakan kembali. Dahulunya lokomotif uap besar seperti DD 52, CC 50 di rawat di dipo lokomotif ini.
Stasiun Kereta Api Purwakarta: Sejarah dan Keunikan Arsitektur Bangunan Cagar Budaya
Secara administratif, Purwakarta terbentuk pada 20 Juli 1831 setelah Gubernur Jenderal Van den Bosch memindahkan ibukota Karesidenan Karawang ke wilayah tersebut dari Wanayasa. Dengan statusnya sebagai ibukota karesidenan, maka pembangunan infrastruktur baru standar kolonial di Purwakarta di selenggarakan untuk mendukung jalannya pemerintah daerah Karawang.
Sejak di resmikan pada 1867, perkembangan jaringan rel kereta api milik swasta dan negara di Jawa terus meningkat. Sampai 1894, jalan rel kereta api dari Jakarta-Bogor-Bandung-Yogyakarta-Solo-Surabaya sepanjang 912 kilometer telah berhasil terhubung.
Di Karesidenan Karawang, eksploitasi kereta api awalnya diselenggarakan oleh Batavia Ooster Spoorweg Maatschappij (BOSM). Sejak dibukanya lintas pertama Batavia-Bekasi pada 31 Maret 1887, BOSM telah berhasil menyelesaikan hubungan rel kereta api Batavia-Karawang pada 20 Maret 1898.
Meski demikian, belum ada rencana pembangunan rel kereta api menuju Purwakarta. Dalam laporan arsip Algemeene Secretarie (Sekretariat Negara) 17 September 1893, BOSM justru mengincar eksploitasi kereta api Kedunggede-Cirebon pada rencana proyek 1893.
Oleh karena kesulitan finansial, rencana tersebut tidak pernah terlaksana. BOSM justru terpaksa menjual seluruh asetnya kepada perusahaan kereta api negara Staatsspoorwegen (SS) seharga 5 juta Gulden. Total lintas BOSM satu-satunya sejauh 63 kilometer resmi di ambil alih oleh negara sejak 4 Agustus 1898.
Dalam pandangan pemerintah sendiri, pembelian jalur Batavia-Karawang sebenarnya memiliki alasan strategis dalam bidang ekonomi, yaitu menguasai hubungan langsung antara Priangan sebagai pusat perkebunan dan pertanian dengan Batavia sebagai gerbang pelabuhan ekspor.
Rencananya adalah, mewujudkan jalur kereta api milik negara antara Batavia dengan Bandung melalui Karawang. Dengan adanya jalur tersebut, maka lalu lintas kereta api negara tidak perlu melalui koridor Batavia-Bogor yang tentunya wajib membayar sewa kepada pemilik jalur swasta yaitu NederIandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Keunggulan lain adalah, Batavia-Karawang-Cikampek berupa jalur datar yang memiliki kecepatan kereta api lebih tinggi dari lintas Bogor-Sukabumi-Cianjur-Bandung yang merupakan jalur pegunungan. Otomatis waktu tempuh akan menjadi lebih singkat.
Bangunan Cagar Budaya
Dalam rencana lintas Karawang-Padalarang, ibukota karesidenan Karawang di Purwakarta menjadi salah satu tempat pemberhentian (stasiun besar) kereta api yang melintasi rute Jakarta-Cikampek-Padalarang-Bandung. Pembangunannya di mulai pada 1901 bersamaan dengan proyek lintas tersebut.
Pada masa pembangunan jalur Cikampek menuju Bandung, Stasiun Purwakarta menjadi tempat penyimpanan alat-alat dan material berat (kran, rangka baja jembatan, batang rel) sebelum dikirim ke lokasi pembangunan. Setelah pembangunan selesai, Stasiun Purwakarta juga menjadi lokasi tetap (pindahan dari Karawang) kantor Burgerlijke Openbare Werken (Kementerian Pekerjaan Umum) sebagai pusat administrasi pembangunan jalur kereta api. Stasiun Purwakarta resmi di buka untuk umum pada 27 Desember 1902.
Arsitektur Stasiun Purwakarta tergolong sederhana. Fasadnya jamak di temui pada bangunan stasiun lain yang di bangun pada periode 1880-1910. Umumnya ciri khas stasiun-stasiun seperti ini adalah masih ada sedikit pengaruh gaya Yunani Kuno (era 1880-1889), asimetris, semua sisi dalam satu kesatuan bentuk.
Pada elemen jendela, dinding, atap, pintu, dan lain-lain di susun menyatu dalam satu komposisi bangunan. Stasiun Purwakarta yang persegi panjang menyerupai Stasiun Tanjung Priok Lama (lokasinya di dermaga), yaitu sedikit memiliki ornamen. Kalaupun ada berupa tambahan susunan kayu pada pinggir atap dan kanopi sebagai campuran unsur lokal.
Sejarah Stasiun Kereta Api Purwakarta
Sedangkan pintu dan jendela stasiun sedikit banyak mirip dengan desain yang ada di Stasiun Purworejo. Secara keseluruhan, arsitektur Stasiun Purwakarta adalah desain paling mutakhir pada zamannya yang menerapkan gaya seni arsitektur modern awal. Aliran seni tersebut terus berkembang sejak akhir abad ke-19 (1890).
Sebagaimana layaknya stasiun besar zaman kolonial, Stasiun Purwakarta juga memiliki sebuah bangunan depo (bengkel) lokomotif uap lengkap dengan sebuah turntable, yaitu tempat untuk memutar arah posisi lokomotif.
Dengan selesainya jalur Purwakarta-Padalarang pada 2 Mei 1906, maka hubungan kereta api antara Batavia-Surabaya lewat Karawang menjadi lebih cepat dan efisien karena tidak perlu membayar sewa kepada NISM (Jakarta-Bogor), dan tidak perlu memutar lewat Bogor-Sukabumi.
Semasa zaman kolonial, Stasiun Purwakarta menjadi salah satu stasiun besar yang melayani penumpang jarak jauh dari beragam kelas. Keberadaan bengkel lokomotif di Purwakarta cukup penting karena posisi stasiunnya yang mengarah ke Bandung merupakan awal dari rel yang menanjak dan berkelok.
Oleh karena itu selalu di siagakan lokomotif uap pengganti. Setelah era lokomotif uap berakhir pada dekade 1980an, berangsur-angsur dipo lokomotif di Purwakarta tidak di gunakan lagi.
Sumber: direktoripariwisata.id & wikipedia